Waspada! Ini Wilayah Persebaran Bencana Alam di Indonesia
Posisi geografis Indonesia memiliki kontribusi besar pada berbagai jenis bencana alam yang ada di Indonesia. Diantaranya gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, banjir, kekeringan, tanah longsor, kebakaran hutan, dan bencana angin puting beliung.
Apa saja bencana alam di Indonesia? Dimana wilayah rawan bencana alam di Indonesia? Mengapa di Indonesia sering terjadi bencana alam? |
Posisi geografis Indonesia memiliki dampak yang besar terhadap bencana alam. Terletak di pertemuan tiga lempeng besar dunia. Akibat dari aktivitas lempeng ini, menyebabkan berbagai bencana seperti letusan gunung berapi dan gempa bumi. Selain itu, aktivitas lempeng ini juga berkontribusi pada keragaman relief geografis di Indonesia, serta meningkatkan risiko tanah longsor. Tak hanya itu, berbagai jenis bencana lainnya seperti banjir, tsunami, angin puting beliung, penurunan permukaan tanah, dan lainnya juga sangat mengancam Indonesia.
Untuk mengurangi risiko dan dampak dari bencana-bencana ini, penting untuk memahami sebaran wilayah-wilayah yang rentan terhadap bencana. Informasi ini dapat disebarkan kepada masyarakat melalui pemetaan yang tepat. Pemetaan ini akan memberikan wawasan kepada masyarakat tentang daerah-daerah yang rentan, dan memungkinkan mereka untuk bersiap siaga ketika bencana melanda, dengan tujuan untuk meminimalisir dampak yang akan terjadi.
Dibawah ini adalah persebaran wilayah-wilayah rawan bencana alam di Indonesia.
Gempa Bumi
Di sejumlah wilayah di Indonesia, seperti Provinsi Aceh, Sumatra Barat, bagian selatan Pulau Jawa, Lombok, hingga wilayah Maluku, gempa bumi adalah bencana alam yang sering terjadi. Beberapa di antaranya bahkan disertai dengan gempa berkekuatan yang sangat besar. Getaran dari gempa tersebut tidak hanya mempengaruhi barang-barang di sekitarnya, tetapi juga seringkali meruntuhkan atau merusak bangunan-bangunan.
Gempa bumi terjadi secara tiba-tiba dan berdampak besar terutama di daerah yang padat penduduk. Gempa dengan kekuatan 5 hingga 6 Skala Richter sering terjadi di Indonesia dan kerap kali tidak menimbulkan kerugian atau dampak yang besar. Gempa dengan kekuatan 7 Skala Richter biasanya terjadi dua atau tiga kali setiap tahun dan menyebabkan kerusakan yang sangat parah. Tentunya bencana gempa bumi ini sangat berpengaruh pada aktivitas manusia serta kondisi lingkungan sekitar.
Sebagian besar bencana gempa bumi di Indonesia disebabkan oleh aktivitas patahan lempeng tektonik atau deformasi batuan. Pusat gempa ini tersebar di sepanjang perbatasan lempeng tektonik, seperti divergen, konvergen, dan transform, sehingga terdapat keterkaitan yang erat antara aktivitas tektonik dengan kejadian gempa bumi. Kondisi geografis Indonesia yang berada di pertemuan lempeng-lempeng tersebut menyebabkan banyaknya patahan dan tingginya risiko gempa bumi. Wilayah-wilayah seperti Pulau Papua bagian utara, Nusa Tenggara, Sumatra, Jawa, dan Sulawesi bagian utara memiliki potensi yang tinggi terjadinya gempa bumi.
Peta Zonasi Ancaman Bencana Gempa Bumi di Indonesia |
Daerah selatan Indonesia, termasuk Nusa Tenggara, Sumatra, dan Jawa, memiliki risiko yang sangat tinggi. Di sisi lain, Sulawesi bagian utara, Ambon, dan Papua bagian utara juga memiliki tingkat risiko yang serupa. Ancaman ini disebabkan oleh adanya lempeng kecil di utara seperti Lempeng Filipina. Daerah Pulau Jawa bagian tengah, Maluku, dan Sumatra bagian tengah, berada dalam zona ancaman yang lebih sedang. Pulau Kalimantan memiliki risiko yang lebih rendah karena berada jauh dari perbatasan dan pertemuan lempeng.
Sesar Semangko di Sumatera membentang dari Teluk Semangko di selatan Lampung hingga Banda Aceh di utara. Zona subduksi dengan sesar ini berjalan sejajar dengan lempeng Eurasia dan Indo Australia. Gempa bumi yang terjadi memiliki variasi kedalaman dan kekuatan. Kerusakan parah terjadi seiring dengan peningkatan kekuatan dan kedalaman episentrum gempa. Selain dari sesar Semangko, ada juga sesar-sesar lainnya seperti sesar Cimandiri, Opak, dan Grindulu di Pulau Jawa.
Letusan Gunung Berapi
Peta Sebaran Gunung Api di Indonesia |
Di Indonesia terdapat berbagai jenis gunung berapi. Distribusi gunung berapi berkaitan erat dengan lokasi zona subduksi lempeng seperti di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku, dan Sulawesi. Di sisi lain, pulau-pulau seperti Papua dan Kalimantan tidak memiliki gunung berapi. Wilayah di sekitar gunung berapi memiliki risiko tinggi terkena dampak letusan vulkanik, yang mencakup pelepasan berbagai materi berbahaya seperti lava, abu, dan gas yang dapat membahayakan manusia dan ekosistem di sekitarnya.
Menurut laporan evaluasi yang diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2017, aktivitas gunung berapi di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
- Tingkat awas (level IV), yakni Gunung Sinabung.
- Tingkat waspada (level II) yang mencakup 15 gunung berapi seperti Gunung Kerinci, Gunung Lokon, Gunung Semeru, Gunung Karangetang, Gunung Ibu, Gunung Gamkonora, Gunung Gamalama, Gunung Sangeang Api, Gunung Anak Krakatau, Gunung Dukono, Gunung Bromo, Gunung Rinjani, Gunung Soputan, Gunung Rokatenda, dan Gunung Merapi.
- Tingkat normal (level I), yang menunjukkan tidak ada aktivitas vulkanik dan tidak ada ancaman bagi wisatawan.
Tsunami
Peta Sebaran Ancaman Bencana Tsunami di Indonesia |
Sumatera bagian selatan, kepulauan Maluku, dan utara Papua memiliki resiko tsunami yang tinggi menurut indeks ancaman tsunami Indonesia. Sebaliknya, tingkat risiko tsunami ter-rendah dapat ditemukan di Jawa dan di pegunungan Sumatra, serta di pulau Kalimantan.
Salah satu peristiwa tsunami yang disebabkan oleh aktivitas tektonik terjadi pada tahun 2006 di Pantai Pangandaran, Jawa Barat. Tsunami ini berawal dari gempa bumi dengan kekuatan 6,8 SR dengan pusat gempa yang berlokasi pada kedalaman 30 km. Tsunami kemudian melanda pantai selatan Jawa Barat, mencakup daerah Cipatujah, Pangandaran, pantai selatan Cianjur, Cilauteureun, dan Sukabumi. Kejadian ini menyebabkan hilangnya ratusan nyawa, kerusakan parah pada hotel-hotel di sepanjang pantai, hilangnya puluhan orang, orang-orang terluka, dan merusak ratusan rumah lainnya.
Banjir
Peta Prakiraan Daerah Potensi Banjir di Indonesia |
Sebagian besar wilayah di Indonesia memiliki potensi banjir. Potensi banjir dapat berasal dari hujan lebat dan keberadaan lahan rawa, terutama di Papua bagian selatan. Namun, banjir tidak hanya dipengaruhi oleh faktor fisik seperti itu, perilaku manusia juga sangat berperan dalam terjadinya banjir.
Ada beberapa faktor dari aktivitas manusia yang menyebabkan banjir. Pertama, pembangunan di wilayah ruang terbuka hijau seperti pemukiman, jalan, dan gedung perkantoran. Kedua, berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap air hujan, yang mengakibatkan air menggenang di jalan dan menyebabkan banjir. Ketiga, sistem drainase yang tidak memadai. Keempat, pengelolaan waduk yang tidak efisien. Terakhir, normalisasi sungai yang tidak memadai, sebab memerlukan relokasi permukiman di sepanjang tepian sungai ke lokasi yang lebih aman.
Tahun 2021 terjadi banjir yang menggenangi Kota Malang, Kota Batu, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Kapuas Hulu dengan dampak yang sangat merugikan. Ratusan rumah rusak, lahan pertanian tergenang lumpur, dan menimbulkan korban jiwa.
Kekeringan
Peta Indeks Ancaman Bencana Kekeringan di Indonesia |
Beberapa wilayah di Pulau Jawa saat bulan tertentu mengalami musim kemarau. Wilayah tersebut diantaranya yaitu Kabupaten Kebumen, Wonogiri, Tasikmalaya, Bekasi, Ciamis, Cianjur, Mojokerto, Trenggalek, dan Ponorogo. Pada bulan-bulan tertentu, sawah-sawah menjadi kering dan tak ada lagi air untuk tanaman/irigasi. Waduk dan sungai juga mengering. Warga di wilayah tersebut mengalami kesulitan air bersih untuk minum, mandi, dan mencuci.
Ancaman kekeringan tertinggi terdapat di pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Papua. Kekeringan suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi curah hujan, iklim yang kering, serta adanya fenomena el nino.
Kekeringan yang terjadi merupakan salah satu dampak dari perubahan iklim. Indikasi utama perubahan ini yaitu adanya anomali cuaca, pembalakan hutan besar-besaran, pertambangan non berkelanjutan, tingginya intensitas pembangunan gedung, dan tingginya alih fungsi lahan daerah pegunungan/perbukitan menjadi permukiman.
Tanah Longsor
Peta Prediksi Gerakan Tanah (Longsor) di Indonesia |
Longsor adalah bencana yang kerap melanda negara kita. Wilayah-wilayah di Indonesia yang memiliki potensi untuk mengalami bencana ini yakni Kabupaten Bogor, Cianjur, Bandung, Purwakarta, Sukabumi, Tegal, Purbalingga, dan Sumedang. Terjadinya potensi longsor disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk topografi yang berbukit dengan lereng yang curam, ketinggian wilayah, dan curah hujan yang tinggi.
Pada tahun 2016, tercatat sebanyak 612 bencana longsor terjadi di Indonesia. Misalnya, di Purworejo, bencana longsor menimbulkan puluhan korban jiwa. Pada tahun 2017, terdapat kasus longsor di Ponorogo yang menyebabkan 17 orang luka-luka dan 28 orang yang tertimbun tanah.
Kebakaran Hutan
Hampir setiap musim kemarau, kita sering kali menyaksikan pemandangan asap di udara sehingga mengurangi jarak pandang menjadi hanya beberapa meter. Asap ini seringkali menimbulkan gangguan pada penerbangan, lalu lintas jalan, dan dapat menyebabkan masalah kesehatan pernapasan. Sumber dari asap tersebut adalah kebakaran hutan.
Peta Potensi Kemudahan Terjadinya Kebakaran di Indonesia |
Indonesia memiliki banyak titik api yang umumnya terdeteksi di wilayah Kalimantan dan Sumatra. Praktik pembakaran lahan yang tidak terkendali dan tanpa mempertimbangkan aspek keberlanjutan telah menyebabkan penyebaran titik api ke area lainnya. Tindakan membuka lahan ini dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan. Ketika pembakaran lahan berlangsung dalam skala yang besar, dapat memicu terjadinya kebakaran hutan yang lebih luas.
Angin Puting Beliung
Peta Indeks Ancaman Bencana Angin Puting Beliung di Indonesia |
Ancaman angin puting beliung di Indonesia cenderung relatif rendah. Meskipun begitu, Pulau Jawa memiliki potensi risiko yang lebih besar sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Fenomena angin puting beliung biasanya terbentuk ketika adanya awan Cumulonimbus (Cb) selama musim penghujan, meskipun tidak semua jenis awan Cb memiliki potensi untuk menyebabkan bencana angin puting beliung.
Angin puting beliung terjadi ketika ada pertemuan antara massa udara dingin dan udara panas, menciptakan konflik udara yang akhirnya membentuk puting beliung. Intensitas aliran udara yang naik ke atas dalam awan juga menjadi faktor utama yang memicu terjadinya angin puting beliung. Air hujan yang terjebak dalam aliran udara naik ini kemudian dapat membentuk awan Cb yang memiliki potensi untuk menghasilkan angin puting beliung.
Karakteristik bencana angin puting beliung yakni sering terjadi pada siang hari dan umumnya di daerah dataran rendah. Angin puting beliung sering terjadi secara mendadak, dengan waktu terjadinya biasanya berkisar antara 5 hingga 10 menit, terutama dalam skala lokal. Bentuk angin ini mirip dengan belalai gajah, dan jika keberadaannya berlangsung cukup lama, dapat menyebabkan kerusakan signifikan di sepanjang jalur yang dilaluinya.
Sekian pembahasan kali ini tentang wilayah persebaran bencana alam di Indonesia. Semoga bermanfaat. Terimakasih.
Salam hangat geograf muda.